Mengapa Awal Ramadhan Muhammadiyah dan NU Sering Berbeda?

mengapa-awal-ramadhan-muhammadiyah-dan-nu-sering-berbeda
NU dan Muhammadiyah

Ramadhan, bulan suci dalam agama Islam, menjadi momen penting bagi umat Muslim di seluruh dunia untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, memperdalam spiritualitas, dan memperkuat ikatan kebersamaan dalam beribadah. Namun, dalam praktiknya, perbedaan pendekatan dan interpretasi dalam menentukan awal bulan Ramadhan masih menjadi isu yang sering muncul, terutama di Indonesia, negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam terbesar di dunia. Salah satu perbedaan yang cukup mencolok adalah antara dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, yakni Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU).

Jauh-jauh hari, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah telah menetapkan awal puasa Ramadhan 2024. Organisasi Islam yang dipimpin Haedar Nashir mulai melaksanakan puasa Ramadhan 1445 H pada Senin, 11 Maret 2024.

Sekretaris PP Muhammadiyah, Muhammad Sayuti mengatakan, penetapan tanggal 1 Ramadhan 1445 H sebagai awal puasa berdasarkan hasil hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah.

Sementara itu, organisasi Islam NU belum menetapkan kapan mengawali puasa Ramadhan. Namun, Ketua Lembaga Falakiyah PBNU KH Sirril Wafa memprediksi awal puasa Muhammadiyah dan NU akan berbeda.

"Untuk awal Ramadhan tahun ini, dengan memperhatikan posisi hilal baik tinggi maupun elongasinya, secara pengalaman atau tajribah, hilal tak mungkin dapat dirukyat pada Ahad sore 10 Maret," kata Kiai Sirril dikutip dari NU Online, Selasa (27/2/2024).

"Jadi langkah ikmal/istikmal Syaban sebagaimana tertulis di almanak PBNU sudah benar. Insya Allah fix 1 Ramadhan 1445 H bertepatan dengan 12 Maret 2024 M," terang ulama ahli Falak ini.

Ada kemungkinan awal puasa Ramadhan Muhammadiyah dan NU tahun ini berbeda. Lantas, mengapa kedua organisasi Islam terbesar di Indonesia ini sering terjadi dalam menetapkan awal bulan Hijriyah?

Muhammadiyah dan NU, sebagai dua organisasi Islam terkemuka di Indonesia, memiliki perbedaan pendekatan dalam menentukan awal Ramadhan. Perbedaan ini bukanlah sesuatu yang baru, melainkan telah menjadi bagian dari dinamika keberagaman dalam praktik keagamaan di Indonesia. Mari kita telaah lebih lanjut mengenai alasan di balik perbedaan ini.

1. Metode Penentuan Awal Ramadhan

Perbedaan utama antara Muhammadiyah dan NU terletak pada metode penentuan awal Ramadhan. Muhammadiyah cenderung mengikuti perhitungan ilmiah, yaitu dengan menggunakan metode hisab, yang didasarkan pada perhitungan matematika untuk menentukan awal bulan Ramadhan. Metode ini melibatkan perhitungan astronomi dan kalender untuk menentukan awal bulan Hijriyah.

Sementara itu, NU lebih condong kepada metode rukyah atau pengamatan langsung hilal, yaitu melihat langsung kehadiran bulan sabit yang menandai awal bulan Hijriyah. Pendekatan ini lebih mengutamakan pengamatan visual terhadap hilal dan pengakuan langsung oleh saksi-saksi yang menyaksikan kemunculan bulan sabit tersebut.

2. Interpretasi Keagamaan dan Kultural

Perbedaan dalam penentuan awal Ramadhan antara Muhammadiyah dan NU juga dapat dipengaruhi oleh interpretasi keagamaan dan faktor kultural yang memengaruhi masing-masing organisasi. Muhammadiyah, sebagai organisasi yang cenderung mengutamakan pendekatan ilmiah dan modern, lebih terbuka terhadap penggunaan perhitungan matematika dan kalender untuk menentukan awal bulan Ramadhan.

Di sisi lain, NU, yang memiliki akar yang lebih kuat dalam tradisi keagamaan dan kultural, cenderung mempertahankan metode pengamatan langsung hilal sebagai bagian dari warisan budaya dan tradisi keagamaan yang mereka anut.

3. Upaya Pemersatu

Meskipun terdapat perbedaan dalam menentukan awal Ramadhan, baik Muhammadiyah maupun NU memiliki kesadaran akan pentingnya memperkuat persatuan umat Islam di Indonesia. Kedua organisasi ini secara aktif berupaya untuk meredam potensi konflik yang dapat muncul akibat perbedaan pandangan tersebut.

Mereka seringkali melakukan dialog dan konsultasi bersama untuk mencapai kesepakatan terkait awal bulan Ramadhan. Pemerintah Indonesia juga turut berperan dalam memediasi upaya penyatuan pandangan antara Muhammadiyah dan NU serta organisasi Islam lainnya di Indonesia.

Kesimpulan

Perbedaan dalam menentukan awal bulan Ramadhan antara Muhammadiyah dan NU mencerminkan keberagaman dalam praktik keagamaan di Indonesia. Meskipun perbedaan ini dapat menimbulkan perdebatan dan ketegangan, namun penting untuk diingat bahwa semangat persatuan umat Islam yang lebih besar harus menjadi prioritas.

Dengan menghargai perbedaan pendekatan dan interpretasi keagamaan, Muhammadiyah dan NU bersama-sama menciptakan kerangka kerja yang memungkinkan kerukunan antarumat beragama di Indonesia tetap terjaga. Semoga, melalui dialog dan penghormatan terhadap perbedaan, umat Islam Indonesia dapat terus bersatu dalam semangat persaudaraan dan kebersamaan, tidak hanya selama bulan Ramadhan, tetapi juga sepanjang tahun.